Inilah 6 Kiat Mudah Mendidik Anak Supaya Tidak Manja
“Menunjukkan kasih sayang kepada anak tidak melulu dengan
memanjakan, tapi lebih kepada mempersiapkan mereka untuk dapat mandiri.”
Ilmu mendidik anak akan
terus berkembang dari waktu ke waktu sesuai peredaaran zamannya. Bahkan seorang
sahabat Rasulullah SAW, yakni Ali RA mengatakan bahwa, “didiklah anakmu sesuai
dengan zamannya.”
Hallo Sahabat Nova,
tidak ada seorang ibu yang tidak sayang kepada anak-anaknya. Namanya juga lahir
dari rahim ibu, yang artinya sayang, setiap anak yang dilahirkan penuh
perjuangan kasih sayang. Namun yang membedakan sayang itu kadang pada kadarnya.
Jika berlebihan akan menjadi memanjakan anak itu sendiri yang pada akhirnya
menjadi bumerang terhadap orangtua.
Artikel ini sedikit
banyaknya berangkat dari keresahan saya terhadap sikap posesif yang berlebihan
kepada si sulung. Kini usianya sudah 11 tahun, namun masih menunjukkan sikapnya
yang manja, padahal adiknya ada 3 orang
lagi.
Setelah saya telaah dan
pelajari, ternyata bahasa cinta saya sebagai seorang ibu lebih dominan kepada
bahasa pelayanan. Apa-apa saja kebutuhan anak, sebisa mungkin saya layani
sebaik mungkin. Setahun lalu, saya masih mencoba menggendong dia di di punggung.
Padahal beratnya sudah mencapai 50 kg dengan tinggi badan 150 cm.
Tapi sejak setahun lalu
pula saya dan suami mencoba mengubah pola asuh kami terhadap keempat anak-anak
supaya mereka tidak menjadi manja. Sebab, sebagai orangtua kita mesti sadar,
seharusnya kita mempersiapkan mereka, melatih mereka untuk mandiri yang berguna
bagi kehidupan mereka kelak, bila kita sudah tidak ada lagi.
Setelah belajar ilmu
parenting kesana-kemari, akhirnya saya menemukan 6 formula mudah untuk mendidik
anak supaya kelak mereka tidak menjadi manja lagi. Yuk simak ulasan berikut ini
yaa..
Membuat peraturan.
Setiap
keluarga memiliki peraturan berbeda-beda. Dengan adanya peraturan diharapkan
anak akan belajar disiplin mengenai waktu dan hal-hal lainnya. Upayakan aturan dibuat
seluwes mungkin, kalau bisa didiskusikan bersama aturan apa yang akan
dimasukkan, supaya anak merasa lebih
memiliki rasa tanggung jawab terhadap poin-poin peraturan tersebut.
Peraturan yang kami
buat dirumah dirembukkan bersama anak-anak, apa kegiatannya, waktunya, dan
ditempel di dinding yang selalu dilalui. Saya mengambil posisi menempel “daily
activity” yang berisi aturan-aturan itu di lorong antara kamar mandi dan dapur.
Kebetulan di rumah kami, lorong ini menjadi lalu lintas paling padat.
Alhamdulillah, selama
ini peraturan yang kami sepakati bersama itu, belum di rombak, baik isi maupun kertasnya.
Wajib konsisten dengan
aturan yang sudah dibuat.
Mengubah kebiasaan memang
bukan pekerjaan mudah, termasuk konsisten dengan aturan yang sudah dibuat. Ada saja
halangan tidak terduga dalam pelaksanaannya. Namun, setidaknya berusaha
mendekati full konsisten akan
peraturan, layak diberi reward.
Tidak mudah menyerah
dengan segala bentuk rengekan.
Ibu mana yang tahan
dengan rengekan anaknya. Jadi kedua orangtua harus saling bahu membahu
mengingatkan tentang peraturan tersebut berguna membangun mental dan disiplin
anak-anak. Tidak mudah memang melalui tanpa rengekan manja mereka, anak-anak. Justru
disinilah anak akan belajar arti konsisten. Melihat sang ibu luluh dengan
rengekan, maka buyarlah ilmu disiplin dan segala peraturan tadi.
Jangan pernah berpikir
anak akan kecewa dengan segala aturan.
Jadi sebelum
membuat peraturan harian di rumah, ada baiknya diberikan edukasi terlebih
dahulu terhadap anak. Sosialisasikan kepada mereka bahwa aturan ini kita buat
demi kebaikan mereka juga. Awal-awalnya kami, melakukan trial-error dulu. Supaya anak tidak kaget dan dengan lebih mudah
menerima segala konsekuensinya.
Mengajari anak akan
pentingnya tanggung jawab.
Kemarin malam saya
dikejutkan dengan pertanyaan si sulung. “Ma, apa sih artinya tanggung jawab
itu?” . Saya menjawabnya dengan analogi sederhana yang mudah ia pahami. Kira-kira
begini jawaban saya,”tanggung jawab itu ialah segala kewajiban kamu yang boleh mama
papa minta. Contohnya, kami membelikan sebuah pensil untuk kamu pakai menulis.
Kamu tahu Nak, papa sudah bekerja keras untuk membiayai kita termasuk membeli
pensil yang harganya lebih murah dibandingkan uang jajan kamu. Nah, kamu mesti
jaga, hargai dan lindungi pensil itu dengan hati kamu ya sayang. Begitulah kira-kira
makna tanggung jawab yang kamu tanyakan tadi. Mama percaya, kamu pasti bisa kok
menjalaninya.” Lalu sambil saya peluk dan cium si sulung penuh kasih. Tampak pancaran
matanya menunjukkan kecerahan. Semoga ia benar-benar memahaminya, tentu kami
selalu akan menuntunnya menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Tidak memberikan benda
dan hadiah secara cuma-cuma.
Nah, biasanya kaum
bapak nih yang suka memberikan hadiah kepada anak tanpa ada kejadian spesial
apapun sebelumnya. Namun, kami berdua bertekad untuk mengubah perilaku manja
anak-anak menjadi lebih mandiri. Tega nggak tega ya Bun..
Jadi kami menyiasatinya
dengan memberikan tantangan/chalenge
setiap harinya. Misalnya, kalau mendapatkan nilai 100 pada pelajaran sekolahnya setiap hari dalam seminggu,
akan diberikan reward berupa
hadiah-hadiah kecil. Misalnya mainan lego yang sedang diinginkannya. Namun,
supaya berimbang, reward biasanya berdampingan punishment/hukuman. Bagi anak yang tidak mencapai chalenge
tersebut, berkewajiban melakukan pekerjaan rumah tangga semisal mencuci piring
satu kali waktu jam makan.
Bunda, memang tidaklah
mudah mengubah gaya pengasuhan terhadap anak, dari yang tadinya dimanjakan,
lalu kemudian berusaha mengikis sedikit demi sedikit kemanjaan tersebut. Semuanya
tentu saja demi kebaikan sang anak untuk hidupnya kelak. Semoga bermanfaat
yaa..
Tidak ada komentar:
terimakasih sudah berkunjung, dan mohon maaf komennya di moderasi dulu yaa..